KONSERVASI ARSITEKTUR
Widiya
Anggreany
29313260
4TB01
Mendengar kata konservasi dalam arsitektur
biasanya hal pertama yang akan terlintas dalam pikiran kita adalah kota tua di
Jakarta. Kota tua merupakan salah satu contoh konservasi arsitektur yang paling
terkenal. Konservasi itu sendiri merupakan penggabungan dari kata con
(together) dan servare (keep/save). Ide ini dikemukakan Theodore Roosevelt pada
tahun 1902. Tokoh ini merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang
konsep konservasi. Kata konservasi memiiliki pengertian upaya memelihara apa
yang kita punya namun secara bijaksana.
Konservasi arsitektur merupakan upaya
memelihara hal-hal yang berkaitan dengan dunia arsitektur sehingga dapat
terpelihara dengan baik dan difungsikan sebaik mungkin. Mengingat setiap
bangunan dan kawasan memiliki usia tertentu, maka akan terjadi penuaan yang
tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, tujuan konservasi adalah untuk
memelihara bangunan/kawasan dengan seminimal mungkin mengubah bentuk fisik dari
bangunan maupun kawasan. Selain itu, bangunan atau kawasan tua mempunyai nilai
sejarah yang sangat penting, maka dari itu diupayakan sebuah konservasi untuk
merevitalisasi obyek tersebut sehingga tetap bertahan di tengah kemajuan zaman
yang pesat, karena di masa modern sekarang ini, masyarakat lebih memilih
menghabiskan waktu dengan kecanggihan teknologi yang ditawarkan oleh
bangunan/kawasan modern.
Salah satu contoh konservasi
arsitektur yang terletak di Bengkulu adalah rumah pengasingan presiden pertama
Indonesia Yaitu Soekarno, yang akrab juga dengan sebutan Bung Karno.
Sumber : Dokumen Pribadi
Rumah pengasingan Soekarno
terletak di jantung Kota Bengkulu, rumah yang berada di Kelurahan Anggut, Kecamatan Ratu Samban, itu adalah rumah
yang pernah ditempati salah seorang proklamator bangsa Indonesia: Soekarno.
Bung Karno menempati rumah itu pada 1938-1942. Bung Karno menjejakkan kaki di
Bengkulu pada 14 Februari 1938. Sebelumnya, bersama istrinya, Inggit Garnasih,
anak angkatnya, Ratna Djuami, Bung Karno berlayar dari tempat pembuangannya di
Flores ke Pulau Jawa. Di rumah
itu pula Bung Karno bertemu Fatmawati untuk pertama kalinya.
Rumah
pengasingan yang ditempati Bung Karno sekeluarga adalah milik pedagang
keturunan Tionghoa, Tjang Tjeng Kwat. Pada tahun 1940-an, rumah dengan dua
kamar tidur itu berada agak di pinggir kota. Dahulu, Bengkulu dipilih sebagai
lokasi pengasingan Bung Karno karena aksesnya yang sulit dan terpencil. Namun,
kini seiring perkembangan kota, rumah pengasingan itu persis berada di jantung
Kota Bengkulu.
Sebelumnya, sebagian besar
kayu di ruang tamu dan kamar tidur yang jadi bantalan kusen dan kayu penopang
keropos. Beberapa kayu hancur, misalnya bantalan di ruang tamu, sebagian kusen
dan plafon juga hancur. Kayu penyangga kanopi di sisi barat nyaris terpisah
dari tembok. Kanopinya pun melengkung, disangga dua kayu.
Berdasarkan pendataan BPCB
tahun 2012, kerusakan struktur bangunan rumah mencapai 20 persen, petugas
sempat kesulitan mendapatkan kayu pengganti untuk memperbaiki kayu yang sudah
lapuk dan keropos dimakan rayap. Ukuran kayu yang dipakai di rumah pengasingan
Bung Karno tidak sama dengan ukuran yang digunakan pada rumah-rumah masa kini.
Persoalan utama yang menghantui struktur bangunan dari kayu ialah rayap. Karena
itu, agar kayu yang dipakai untuk rumah pengasingan Bung Karno lebih tahan lama
akan diberi obat antirayap. Selain itu, di sekitar rumah juga akan dipasang
perangkap rayap sehingga rayap tidak menyerang kayu rumah tapi umpan rayap itu.
Sekarang ini, rumah pengasingan Bung Karno di
Bengkulu menjadi salah satu obyek wisata sejarah andalan selain bangunan
bersejarah lain, seperti Benteng Marlborough peninggalan Inggris. Di rumah
pengasingan Soekarno kita masih bisa melihat ranjang besi yang pernah dipakai
Bung Karno dan keluarganya. Juga koleksi buku yang mayoritas berbahasa Belanda
di kamar tamu dan ruang tamu. Ada juga seragam grup tonil Monte Carlo asuhan
Bung Karno semasa di Bengkulu. Foto-foto Bung Karno dan keluarganya juga
menghiasi hampir seluruh ruangan. Dan yang tidak kalah menarik adalah sepeda
tua yang dipakai Bung Karno selama di Bengkulu. Selain itu, pada ruang kerja
Soekarno terdapat gambar kerja rumah tersebut, yang digambar sendiri oleh Bung
Karno yang juga seorang Arsitek.
1 comments:
Kak, mahasiswa arsi ug ya? Cerita² dong kuliah disana gimana�� aku mau disana soalnya
Posting Komentar