Tugas Kritik Arsitektur
Widiya Anggreany_29313260
4TB01
...................................................
Bogor Punya Ikon Baru
Tepas
Salapan Lawang Dasakerta (TSLD). Dalam bahasa Indonesia berarti Teras Sembilan
Pintu "Dasa Kerta". TSLD atau Gerbang Sembilan merupakan teras yang
diresmikan pada tanggal 7 Desember 2016.
TSLD menjadi ikon baru dari kota Bogor selain Tugu Kujang yang telah berdiri
sejak tahun 1982. Tidak hanya itu, landmark ini juga menjadi destinasi wisata
baru di kota Bogor. Landmark ini dibangun senilai 4 miliar rupiah yang didanai
oleh Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Tujuannya untuk
mengembangkan potensi kota-kota pusaka (Heritage Cities) di Indonesia. Kota
Bogor menjadi salah satu Kota Pusaka yang mendapat prioritas. Secara fisik
TSLD terdiri dari pelataran terbuka. Difungsikan untuk pejalan kaki, termasuk
penyandang disabilitas, jalur lintasan pesepeda. Selain itu terdapat monumen
bertiang sepuluh, dua bangunan "rotunda", dan sebuah prasasti yang
menyatu dengan tumpuan tiang bendera serta tiga buah dinding yang
disiapkan untuk sarana penyampaian informasi Kota Pusaka.
Tepas/teras/plaza
merupakan beranda pintu masuk kota Bogor. Sekaligus melambangkan dari sebuah
hunian warga sunda yang selalu terbuka menyambut para tamunya dengan penuh
keramahan. Sembilan pintu menunjukkan titik "pintu" pada raga tiap
insan ciptaan yang maha kuasa, serta sembilan acuan kesejahteraan yaitu
Kedamaian (Peace), Persahabatan (friendship), Keindahan (Beauty), Kesatuan
(Unity), Kesantunan (Good-manners), Ketertiban (Ordered By Low), Kenyamanan
(Convenience), Keramahan (Hospitality), dan Keselamatan (Safety) yang merupakan
turunan dari tiga sikap dialogis antar sesama insan (silih, saling) itu adalah
kunci pembangunan kota Bogor yang berkelanjutan. Sedangkan 10 tiang melambangkan
Dasakerta, sebuah konsep yang diabadikan dalam naskah kuno Pakuan Pajajaran.
Dasakerta mengingatkan setiap orang tentang 10 hal, yaitu menjaga kebersihan
secara jasmaniah maupun rohaniah. Dengan menjaga 10 bagian dalam raga maka
sembilan aspek kesejahteraan akan terwujud. Lawang Salapan juga menyiratkan
sikap rendah hati. Sikap yang senantiasa 'ngalawang' (mempersilakan lewat) bagi
siapapun yang masuk Kota Bogor. Sikap itu pula yang terabadikan pada toponimi,
seperti Lawang Saketeng, Lawang Gintung, dan Lawang Suryakancana yang menjadi
Kampung Pecinan.
Desain
Lawang Salapan dibangun dengan nuansa Eropa. Di mana terdapat bunga teratai dan
pokok pohon. Namun, keindahan sekaligus kesederhanaan bunga teratai dan pokok
pohon ini bukan tiruan karakter "Ionik" bernuansa Eropa, melainkan
untuk mewakili pusaka alam yang tumbuh subur di Kebun Raya Bogor. Konsep
jajaran tiang mampu menghadirkan kesan monumental dan megah khas sebuah
kota bersejarah. Bogor memang pernah menjadi pusat kekuasaan, ketika menjadi
ibukota Pakuan Pajajaran. Kesepuluh tiang tersebut mengingatkan tentang keberadaan tiang-tiang
keraton Pakuan Pajajaran, tiang-tiang bangunan bekas gedung Kepresidenan,
tiang-tiang pada Balai Kota Bogor, tiang-tiang Kantor Dinas di Jalan Paledang
serta mengingatkan pada kukuhnya pada tiang-tiang penopang Pusaka Istana
Kepresidenan Bogor. Kesemua bangunan cagar budaya tersebut memberi inspirasi
pembuatan kesepuluh tiang di Tepas Salapan Lawang. Dengan menjaga 10 raga
manusia membuka sembilan pintu kesejahteraan masyarakat dengan berpegang pada
prinsip pembangunan berkelanjutan.
Pada Bangunan Tepas Salapan Lawang Dasakerta (TSLD) terdapat tulisan
yang mempunyai arti. Tulisan tersebut menjadi motto kota Bogor. Motto
Kota Bogor yang tertera pada bagian atas TSLD yaitu “Di Nu Kiwari Ngancik Nu
Bihari Seja Ayeuna Sampeureun Jaga” merupakan pesan moral pusaka Pajajaran dan
kalimat bijak dari Prabu Siliwangi, yang berarti: "segala hal dimasa kini
adalah pusaka masa silam dan ikhtiar hari ini adalah untuk masa depan".
Kritik Metode
Impressionik dan Deskriptif
0 comments:
Posting Komentar